| Foto di Masjid Sabililah malang |
MALANG | POTRETMEDIA – Di tengah pusaran isu dan krisis kepengurusan yang melanda Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), suara teduh nan menyejukkan datang dari ulama kharismatik, KH Marzuki Mustamar.
Ketua PWNU periode sebelumnya ini mengajak seluruh Nahdliyin untuk kembali pada akar spiritual, berpegang teguh pada petunjuk para masayikh (guru-guru sepuh), dan menjaga kekompakan di tengah segala dinamika.
Ajakan ini disampaikan Kyai Marzuki dalam wawancara eksklusif seusai memimpin kajian rutin, istighosah, dan pembacaan Hizb Nashor di Masjid Sabilillah, Blimbing, Malang, pada Selasa malam (2 Desember 2025).
Memahami Situasi dengan Kacamata Adab
Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad ini menekankan bahwa hiruk pikuk di tubuh NU saat ini—termasuk krisis PBNU yang masih menggantung, pasca keputusan rapat harian Syuriyah yang mencopot Yahya Cholil Staquf dari jabatan Ketua Umum—seharusnya disikapi dengan adab dan ketenangan.
“Tentang kondisi NU saat ini, pertama karena kita dawuh perintah para masayikh, dawuh diperintah istighosah. Berarti menurut waskito batin (pandangan batin) mereka, situasinya ini ada yang perlu diistighosahi,” ujar Kyai Marzuki.
Kyai Marzuki menegaskan, warga NU di tingkat bawah tidak perlu ikut terseret atau bereaksi berlebihan. Fokus utama adalah menjalankan perintah para guru.
“Kita warga NU, meskipun jamaah, bukan jam’iyah (organisasi), apalagi pengurus jam’iyah, kita melaksanakan apa yang diperintah masayikh. InsyaAllah, kita ngelampahi istighosah setiap Selasa,” jelasnya.
Kegiatan batiniah ini, yang dikenal sebagai ikhtiar batin, berupa berkumpul setelah Isya, membaca amalan-amalan khusus, dan mendoakan air untuk dibawa pulang, menjadi benteng spiritual umat.
Pesan Tegas: Urusan Atas, Kita Terima Matang
Terkait isu kepemimpinan dan konflik antartokoh NU, Kyai Marzuki memberikan rumusan yang menenangkan. Beliau mengingatkan pada kearifan ulama di masa lalu saat terjadi Perang Shiffin:
“Yang atas itu urusan atas. Kita yang di bawah menerima matang. Dulu saat ada perang Shiffin, para ulama memberi rumus: bimâ jarâ bainal ashâbi naskut (konflik antartokoh besar, kita diam saja).”
Intinya, umat di akar rumput diimbau untuk fokus pada ketenangan, amal ibadah, dan kerukunan.
Prioritas untuk Musibah: Butuh Komando Penggalangan Dana
Tak hanya soal internal organisasi, Kyai Marzuki juga menyinggung berbagai musibah yang melanda Indonesia. Ia menekankan pentingnya solidaritas dan aksi nyata.
Meski demikian, Kyai Marzuki menyadari perlunya komando resmi. Beliau berharap ada instruksi resmi untuk penggalangan dana, merujuk pada suksesnya penggalangan dana miliaran rupiah yang pernah dilakukan saat ia masih mengurus NU Jawa Timur.
“Kami mohon khususnya pengurus dan Lazisnu menginisiasi penggalangan dana. Kita di bawah tinggal nderek mawon (mengikuti saja). Siapa pun yang situasi ini menginginkan kerukunan, insyaAllah musibah bisa jauh. Tapi kalau malah tukaran (berkonflik), khawatir musibah tambah besar,” tegasnya.
Wejangan untuk Seluruh Bangsa, Ketatkan Ikat Pinggang
Tidak hanya untuk NU, wejangan Kyai Marzuki juga ditujukan kepada seluruh elemen bangsa. Beliau mengapresiasi langkah Presiden yang melakukan pengetatan anggaran.
“Presiden saja prihatin, mengencangkan ikat pinggang. Maka jajaran eksekutif, yudikatif, DPR juga harus begitu. Jangan jor-joran anggaran, jangan beli mobil, jangan beli peralatan baru kalau yang lama masih bisa dipakai.”
Penghematan anggaran ini, kata Kyai Marzuki, harus diprioritaskan untuk membantu korban musibah di berbagai daerah.
Di akhir pesannya, Kyai Marzuki menutup dengan pesan filosofis yang mendalam:
“Al-jama’atu rahmah, wal-furqatu ‘adzab. Rukun itu mendatangkan rahmat dan barokah. Pecah belah justru mendatangkan bencana.”
Pesan damai dari Kyai Marzuki ini langsung diamini oleh Takmir Masjid Sabilillah, H Musiran, yang menyatakan bahwa petuah ini menjadi pegangan penting bagi jamaah dan pengurus masjid.(Din/Red)






