Kedes Lebakrejo, Arimi dan Kuasa Hukum warga saat mediasi dengan pihak Bank di ruang rapat Balai Desa Lebakrejo. |
Pasuruan - Keprihatinan mendalam dirasakan Pemerintah Desa (Pemdes) Lebakrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, atas kondisi warganya yang terjerat pinjaman dari berbagai bank. Sebagai langkah konkret, Kepala Desa (Kades) Lebakrejo, Arimi, bersama kuasa hukum dari Kantor Hukum Yustisia Indonesia (KHYI), Almar, menginisiasi mediasi dengan manajemen empat bank sekaligus. Pertemuan penting ini berlangsung di ruang rapat Kantor Balai Desa Lebakrejo pada Senin (26/05/2025).
Data yang dihimpun menunjukkan skala permasalahan yang cukup besar. Khusus di Dusun Banjiran saja, tercatat 84 warga terlilit utang pada empat bank, yakni Mekar, Amartha, MBK, dan BTPN Syari’ah. Ironisnya, Arimi mengungkapkan bahwa jumlah riil warga yang terjerat pinjaman diperkirakan mencapai ratusan orang, mengingat masih banyak yang belum terdata.
Dalam forum mediasi, Arimi menyampaikan kondisi perekonomian warganya yang sedang sulit. Ia memohon kebijakan dari pihak bank untuk memberikan keringanan kepada warga, bahkan mengusulkan agar penagihan dihentikan sementara waktu hingga situasi ekonomi kembali stabil.
"Khusus Dusun Banjiran untuk sementara jangan ada penagihan maupun pencairan dulu, sampai kondisi perekonomian agak stabil. Saya tidak ingin warga saya resah lagi, karena kemarin sempat ada yang mau bunuh diri, ada yang bikin basecamp di ladang hingga menjual semua perabotan rumah tangga hingga bersih di rumahnya. Ini sangat memprihatinkan," ujar Arimi dengan nada prihatin.
Kuasa hukum warga, Almar dari KHYI, menyoroti mekanisme bank dalam menjaring nasabah. Ia mempertanyakan kejanggalan ditemukannya satu orang warga yang bisa memiliki pinjaman hingga dari tiga bank sekaligus.
"Saya meminta para pimpinan dari pihak bank untuk mengkaji ulang dan mendampingi anggotanya di lapangan dalam mencari nasabah maupun dalam penagihan. Saya menemukan banyak pelanggaran, terutama dalam penagihan. Ini banyak ditemukan unsur-unsur intimidasi maupun penekanan karena petugas di lapangan sering pulang hingga tengah malam kalau belum dibayar oleh nasabah. Ini kan membuat resah masyarakat," tegas Almar.
Lebih lanjut, Almar menekankan agar pasca-mediasi tidak ada lagi tekanan atau intimidasi terhadap kliennya. Ia meminta agar petugas penagihan menyesuaikan jam kerja dan tidak menunggu nasabah hingga larut malam jika memang tidak bisa membayar saat itu.
"Saya tidak mau dengar lagi ada penekanan atau intimidasi kepada kliennya. Bila nasabah tidak mampu bayar saat ditagih, langsung pulang saja, jangan ditungguin hingga malam. Kalau tidak mematuhi, kami akan stop semua nasabah untuk tidak bayar angsuran, saya yang akan bertanggung jawab, silakan Anda laporkan saya," imbuhnya dengan nada lantang.
Sayangnya, dari empat bank yang diundang, hanya tiga bank yang hadir dalam mediasi, yaitu Amartha, Mekar, dan MBK. BTPN Syari’ah tidak hadir tanpa memberi alasan.
Kendati demikian, hasil mediasi membuahkan angin segar. Perwakilan dari ketiga bank yang hadir menyatakan kesepakatannya untuk menindaklanjuti keluhan para nasabah yang difasilitasi oleh Pemdes Lebakrejo.
"Kami mewakili dari rekan-rekan sepakat apa yang sudah dikeluhkan oleh para nasabah. Sesuai data nasabah yang kami terima, kami akan coba restrukturisasi kembali untuk meringankan beban nasabah dan kami akan evaluasi kembali kinerja petugas kami di lapangan agar tidak menjadi polemik lagi di kemudian hari," ungkap salah satu perwakilan dari Bank Mekar.
Langkah proaktif dari Pemdes Lebakrejo dan respons positif dari sebagian bank ini diharapkan dapat menjadi solusi konkret bagi warganya yang tengah kesulitan akibat jeratan utang. Sementara itu, ketidakhadiran BTPN Syari’ah menimbulkan pertanyaan dan harapan agar pihak bank tersebut juga dapat memberikan perhatian serupa kepada para nasabahnya di Desa Lebakrejo. (Ro/Red).